Selasa, 03 Agustus 2010
Kamis, 08 Juli 2010
Mini Antologi Syair Ujian Kehidupan
Detik akhir
(5 menit sebelum UAN’09 usai, 09:54:56)
April 20th, 2009
Jemariku tak lagi menari, lesu
hanya suara kletak-kletok jam dinding,
sesekali kertas terbolak-balik, jenuh aku
Seseorang bukan usil menjatuhkan pensil,
jelas tangis sang pensil yang patah ujung runcingnya
pilu, seseorang tak bawa serutan
Atau jua hak sepatu tinggi ibu-ibu muda, na’udzubillah
tapal kuda kembali terdengar, dan ini jeritan alam
bedak menor luntur, bercampur akan peluhnya
Terik!
Desis mereka yang bertubi-tubi
pun tersapu semilirnya kipas angin tua di tengah neraka ini
Si Bapak hanya mengantuk malas
berita acaranya adalah liurnya, dengkurnya tiba-tiba
Bapak tak hiraukan secarik kertas melayang di ubun-ubunnya
uh, petaka pun lewat bagi si empu kertas itu
Makin nikmat saja ia bercumbu, berbagi aroma busuk
dengan lalat nakal ujung mulut nganga tak terjaga
Teeet!!!
Datang berdentang sebagai pertanda
menggema hingga pojok-pojok kolong meja bobrok
Jantung pun kembali berdetak
oleh karena si Bapak mangaum dahsyat, terjaga
Menuju detik-detik akhir, melewati sisa-sisa waktu
Dan jemari ini tetap enggan menari
Namun, aku yakin Tuhan Maha Pemberi
Nyaris Mati Kutu
(hari kedua UAN’09)
April 21st, 2009
Bapak itu,
Tatapan tajam, kerut wajahnya adalah prinsipnya
minta ampun si bola mata, pelit!
bahkan kutu rambutku turut merinding
debu pun enggan hinggapi jas hitamnya
hanya buluh-buluh makiku yang berontak di hati
Ibu itu,
sepatu tapal kudanya masih sama
berpadu dalam kegarangan di mataku, menggertak
seolah monster-monster dalam pikirku, mematikan
tek lepas sedetikpun pandangannya
muak aku, caci-makiku meletup-letup
Aku itu,
aku itu tak berkutik, mati
aku lemah tak berdaya, kecil tak berarti
sekali berpindah pandang pun tak berani
namun sial, begitu baiknya iblis keparat
bisiknya mengalirkan tetuah paten
Tuhan bersama orang-orang Pemberani
hingga kutu di kepalaku tak jadi mati
terbunuh monster jantan betina tak beranak pinak itu
Usai Lima Menit Lalu
(hari ketiga UAN’09 usai)
April 22nd, 2009
Kali ini, mata ini tak buta atau pura-pura buta
telinga ini tak lagi tuli atau pun pura-pura tuli
rasa ini ada dan tak kan pernah tiada
Pernah tahu akan hitam dan putih?
Pernah jua tahu akan gelap dan terang?
Itu dia!
Walau ujian ini usai lima menit lalu
sesaat sebelum akhir waktu, sepi
seolah lemas lunglai habis berfikir mati
keluar dengan langkah gontai
namun gemuruh-gemuruh kaki, bertolak dari sunyi,
satu, dua, tiga dan selanjutnya
berbisik, bercanda tawa, hingga tak sadar lantangkan suara
kau tahu arti tos dari tangan-tangan itu?
tahukah senyum terima kasih itu?
atau pekik bersama
lantaran tak sengaja membakar jenggot sendiri?
dan titik hitam itu tetap ada
Terima kasih, Kawan!
(Sebelum mata terpejam, usai UAN’09 hari keempat)
April 23th, 2009
Sebelumnya kau hilang, seolah tiada dalam sepiku
saat semua ku kail sendiri, ku nikmati sendiri
nikmat memang, lezat bukan main
Bukan aku hidup tanpamu
bukan jua ku kenal kau sesaat
namun seolah kau malaikat penolong
atau kalau tak keberatan, ku sebut kau iblis pembantu
berkorban seolah dzikir demi masa depanku, masa depanmu
tak peduli akan mata tajam mengintai
tak peduli akan cambuk menanti
seolah kau bisu, seolah kau buta, seolah kau tuli
tak hirau apa pun
yang kau tahu lonceng belum terdera
namun aku tetap manunggu, Kawan
menunggu kau terima ucap getirku
Terima kasih, Kawan!
Belenggu Asa
(hari terakhir UAN’09)
April 24th, 2009
Kali ini,
mentari masih terbit dari ufuk timur
namun lain alur pada cerita bocah dari pesisir
doa-doa terus mengaliri nadi
tak ubahnya asa yang semakin memuncak
namun tertepis,
hanya sapuan bulu-bulu halus, kecil
sempat melayang, seolah ‘kan hilang
dan niat itu suci, Kawan!
hanya iblis saja yang begitu terkutuk
hingga titik-titik hitam itu ada
akankah hidupku berakhir diujung runcing ini
atau aku harus tetap berlari
menguras peluh dari awal
dan tergelincir dari setitik debu sial
karena dilema yang membelenggu asa?
(5 menit sebelum UAN’09 usai, 09:54:56)
April 20th, 2009
Jemariku tak lagi menari, lesu
hanya suara kletak-kletok jam dinding,
sesekali kertas terbolak-balik, jenuh aku
Seseorang bukan usil menjatuhkan pensil,
jelas tangis sang pensil yang patah ujung runcingnya
pilu, seseorang tak bawa serutan
Atau jua hak sepatu tinggi ibu-ibu muda, na’udzubillah
tapal kuda kembali terdengar, dan ini jeritan alam
bedak menor luntur, bercampur akan peluhnya
Terik!
Desis mereka yang bertubi-tubi
pun tersapu semilirnya kipas angin tua di tengah neraka ini
Si Bapak hanya mengantuk malas
berita acaranya adalah liurnya, dengkurnya tiba-tiba
Bapak tak hiraukan secarik kertas melayang di ubun-ubunnya
uh, petaka pun lewat bagi si empu kertas itu
Makin nikmat saja ia bercumbu, berbagi aroma busuk
dengan lalat nakal ujung mulut nganga tak terjaga
Teeet!!!
Datang berdentang sebagai pertanda
menggema hingga pojok-pojok kolong meja bobrok
Jantung pun kembali berdetak
oleh karena si Bapak mangaum dahsyat, terjaga
Menuju detik-detik akhir, melewati sisa-sisa waktu
Dan jemari ini tetap enggan menari
Namun, aku yakin Tuhan Maha Pemberi
Nyaris Mati Kutu
(hari kedua UAN’09)
April 21st, 2009
Bapak itu,
Tatapan tajam, kerut wajahnya adalah prinsipnya
minta ampun si bola mata, pelit!
bahkan kutu rambutku turut merinding
debu pun enggan hinggapi jas hitamnya
hanya buluh-buluh makiku yang berontak di hati
Ibu itu,
sepatu tapal kudanya masih sama
berpadu dalam kegarangan di mataku, menggertak
seolah monster-monster dalam pikirku, mematikan
tek lepas sedetikpun pandangannya
muak aku, caci-makiku meletup-letup
Aku itu,
aku itu tak berkutik, mati
aku lemah tak berdaya, kecil tak berarti
sekali berpindah pandang pun tak berani
namun sial, begitu baiknya iblis keparat
bisiknya mengalirkan tetuah paten
Tuhan bersama orang-orang Pemberani
hingga kutu di kepalaku tak jadi mati
terbunuh monster jantan betina tak beranak pinak itu
Usai Lima Menit Lalu
(hari ketiga UAN’09 usai)
April 22nd, 2009
Kali ini, mata ini tak buta atau pura-pura buta
telinga ini tak lagi tuli atau pun pura-pura tuli
rasa ini ada dan tak kan pernah tiada
Pernah tahu akan hitam dan putih?
Pernah jua tahu akan gelap dan terang?
Itu dia!
Walau ujian ini usai lima menit lalu
sesaat sebelum akhir waktu, sepi
seolah lemas lunglai habis berfikir mati
keluar dengan langkah gontai
namun gemuruh-gemuruh kaki, bertolak dari sunyi,
satu, dua, tiga dan selanjutnya
berbisik, bercanda tawa, hingga tak sadar lantangkan suara
kau tahu arti tos dari tangan-tangan itu?
tahukah senyum terima kasih itu?
atau pekik bersama
lantaran tak sengaja membakar jenggot sendiri?
dan titik hitam itu tetap ada
Terima kasih, Kawan!
(Sebelum mata terpejam, usai UAN’09 hari keempat)
April 23th, 2009
Sebelumnya kau hilang, seolah tiada dalam sepiku
saat semua ku kail sendiri, ku nikmati sendiri
nikmat memang, lezat bukan main
Bukan aku hidup tanpamu
bukan jua ku kenal kau sesaat
namun seolah kau malaikat penolong
atau kalau tak keberatan, ku sebut kau iblis pembantu
berkorban seolah dzikir demi masa depanku, masa depanmu
tak peduli akan mata tajam mengintai
tak peduli akan cambuk menanti
seolah kau bisu, seolah kau buta, seolah kau tuli
tak hirau apa pun
yang kau tahu lonceng belum terdera
namun aku tetap manunggu, Kawan
menunggu kau terima ucap getirku
Terima kasih, Kawan!
Belenggu Asa
(hari terakhir UAN’09)
April 24th, 2009
Kali ini,
mentari masih terbit dari ufuk timur
namun lain alur pada cerita bocah dari pesisir
doa-doa terus mengaliri nadi
tak ubahnya asa yang semakin memuncak
namun tertepis,
hanya sapuan bulu-bulu halus, kecil
sempat melayang, seolah ‘kan hilang
dan niat itu suci, Kawan!
hanya iblis saja yang begitu terkutuk
hingga titik-titik hitam itu ada
akankah hidupku berakhir diujung runcing ini
atau aku harus tetap berlari
menguras peluh dari awal
dan tergelincir dari setitik debu sial
karena dilema yang membelenggu asa?
Artikelku: MENJELAJAH DASAR SAMUDRA PURBA
Pernah terbayangkan, kita bisa menjelajah dasar samudra dengan begitu mudahnya? Kita bisa menelusuri hingga ke sela-sela batuan terdalam, melihat dengan gamblang lava (magma) yang telah dimuntahkan dari perut bumi, bahkan kita bisa mempelajari sampai kedalaman 300 km. Semua itu bisa dibuktikan dengan bergeowisata alam di Kawasan Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung yang terletak 19 km utara kota Kebumen.
Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung merupakan salah satu unit kerja Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bagian dari Lajur Pegunungan Serayu Selatan ini menyimpan batuan-batuan langka kebumian yang saat ini telah di tetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi. Batuan-batuan itu ada yang merupakan kepingan dari lantai samudra purba, batuan yang menjadi alas Pulau Jawa, bahkan batuan paling dalam di perut Bumi yang pernah muncul ke permukaan dapat dijumpai di Karangsambung.
Ada kurang lebih 15 singkapan yang dilindungi sehingga patut jika Cagar Alam kebanggaan Kebumen ini disebut sebagai Lapangan Geologi Terlengkap di Dunia. Singkapan batuan di Kali Muncar misalnya, ini adalah lava perut bumi yang telah dimuntahkan berjuta tahun lalu dan telah melalui proses evolusi yang sangat panjang. Kita juga akan lebih terpesona jika penelusuran dilanjutkan ke singkapan Kali Brengkok. Batuan berwarna abu-abu cerah dan tampak mengkilap jika terkena sinar matahari merupakan batuan tertua di Jawa. Warna putih metalik berlembar pada batuan adalah mineral mika, sedangkan lapisan-lapisan tipis merupakan penjajaran mineral karena pengaruh tekanan yang sangat kuat pada saat proses perubahan batuan asal menjadi Sekis Mika di dalam perut bumi. Batuan ini merupakan bagian alas pulau Jawa. Kiranya akan Lebih lebar lagi nganga mulut kita jika kita menatap Gunung Parang yang terletak sekitar 300 m ke utara dari UPT BIKK Karangsambung LIPI. Di sini terdapat singkapan batuan beku diabas. Batuan ini diinterpretasikan merupakan batuan intrusi konkordan, dan menunjukan struktur kekar tiang/kolom (collumnar joint) yang mana merupakan hasil gaya kontraksi pada saat pembekuan magma. Konon, di bumi hanya ada dua singkapan batuan seperti ini yaitu di Karangsambung dan pada Devil’s Tower di Wyoming, Amerika Serikat. Kawasan yang tak kalah menarik adalah Pemandian air panas Krakal yang terletak di desa Krakal Kecamatan Alian, 11 km timur laut Kota Kebumen. Terbentuknya mata air panas yang bersifat basa ini bukan karena aktivitas gunungapi, tetapi hasil induksi panas dari dalam bumi akibat adanya patahan yang mengenai daerah ini. Selain merupakan tempat pemandian untuk rileks, air hangat di pemandian krakal dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, kudis dan juga dapat menyembuhkan rematik. Singkapan batuan lainnya antara lain Kali Mandala, Kali Cacaban, Sungai Luk Ulo, Bukit Waturanda, Bukit Jatibungkus, Batu Gamping Numulities, Wagirsambeng, Pucangan, Totogan dan Bukit Sipako.
Balai Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung ini juga memiliki fasilitas pendukung berupa tempat penginapan & asrama, perpustakaan, dan bengkel kerja kerajinan batumulia. Pengunjung juga bisa melihat berbagai koleksi batuan yang ada di Karangsambung, model tektonik, maket geologi dan peraga yang menggambarkan proses dinamika bumi di museum.
(note: Dimuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Rubrik Travelling)
Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung merupakan salah satu unit kerja Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bagian dari Lajur Pegunungan Serayu Selatan ini menyimpan batuan-batuan langka kebumian yang saat ini telah di tetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi. Batuan-batuan itu ada yang merupakan kepingan dari lantai samudra purba, batuan yang menjadi alas Pulau Jawa, bahkan batuan paling dalam di perut Bumi yang pernah muncul ke permukaan dapat dijumpai di Karangsambung.
Ada kurang lebih 15 singkapan yang dilindungi sehingga patut jika Cagar Alam kebanggaan Kebumen ini disebut sebagai Lapangan Geologi Terlengkap di Dunia. Singkapan batuan di Kali Muncar misalnya, ini adalah lava perut bumi yang telah dimuntahkan berjuta tahun lalu dan telah melalui proses evolusi yang sangat panjang. Kita juga akan lebih terpesona jika penelusuran dilanjutkan ke singkapan Kali Brengkok. Batuan berwarna abu-abu cerah dan tampak mengkilap jika terkena sinar matahari merupakan batuan tertua di Jawa. Warna putih metalik berlembar pada batuan adalah mineral mika, sedangkan lapisan-lapisan tipis merupakan penjajaran mineral karena pengaruh tekanan yang sangat kuat pada saat proses perubahan batuan asal menjadi Sekis Mika di dalam perut bumi. Batuan ini merupakan bagian alas pulau Jawa. Kiranya akan Lebih lebar lagi nganga mulut kita jika kita menatap Gunung Parang yang terletak sekitar 300 m ke utara dari UPT BIKK Karangsambung LIPI. Di sini terdapat singkapan batuan beku diabas. Batuan ini diinterpretasikan merupakan batuan intrusi konkordan, dan menunjukan struktur kekar tiang/kolom (collumnar joint) yang mana merupakan hasil gaya kontraksi pada saat pembekuan magma. Konon, di bumi hanya ada dua singkapan batuan seperti ini yaitu di Karangsambung dan pada Devil’s Tower di Wyoming, Amerika Serikat. Kawasan yang tak kalah menarik adalah Pemandian air panas Krakal yang terletak di desa Krakal Kecamatan Alian, 11 km timur laut Kota Kebumen. Terbentuknya mata air panas yang bersifat basa ini bukan karena aktivitas gunungapi, tetapi hasil induksi panas dari dalam bumi akibat adanya patahan yang mengenai daerah ini. Selain merupakan tempat pemandian untuk rileks, air hangat di pemandian krakal dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, kudis dan juga dapat menyembuhkan rematik. Singkapan batuan lainnya antara lain Kali Mandala, Kali Cacaban, Sungai Luk Ulo, Bukit Waturanda, Bukit Jatibungkus, Batu Gamping Numulities, Wagirsambeng, Pucangan, Totogan dan Bukit Sipako.
Balai Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung ini juga memiliki fasilitas pendukung berupa tempat penginapan & asrama, perpustakaan, dan bengkel kerja kerajinan batumulia. Pengunjung juga bisa melihat berbagai koleksi batuan yang ada di Karangsambung, model tektonik, maket geologi dan peraga yang menggambarkan proses dinamika bumi di museum.
(note: Dimuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Rubrik Travelling)
Bait-bait Malang
Sang Bocah Petualang
Ia sang bocah yang bertasbih
Setiap hembus nafas
Seraya jantung berdetak
Ia sang bocah berdzikir
Dalam langkah kakinya
pun ayunan lengannya
Ia sang bocah yang bertakbir
terdera dengan tegarnya
seraya terjaga duniawinya
Ia sang bocah yang bertasbih
Setiap hembus nafas
Seraya jantung berdetak
Ia sang bocah berdzikir
Dalam langkah kakinya
pun ayunan lengannya
Ia sang bocah yang bertakbir
terdera dengan tegarnya
seraya terjaga duniawinya
Lagi, Sajak belum beruntung
Dari Bising Neraka Jahannam
Demi zaman azali
Putih aku berhulu
Sepercik kalbu, berlafal tauhid padaMU
Tabir dunia merobek hati
Acap kali iman ini bertarung maut
Jua islamku yang tercengkeram duniawi
Khilafku tiada henti, Ya Rabb
SeruanMU dari tangan-tangan suci
hanya singgah bagai lirik mata sayu
Culasnya hamba, hitamnya dunia hamba,
lalai akan murkaMU,
Ampuni hamba, Ya Ghoffaar
Hamba yang sering kufur akan nikmatMU
Maafkanlah hamba, Ya ‘Afuww
Hamba yang berlumur dosa
Terima taubat hamba, Ya Tawwaab
Sebelum salam IzrailMU terjawab nanti
Dan sebelum bising neraka Jahannam sampai di telinga ini
Demi zaman azali
Putih aku berhulu
Sepercik kalbu, berlafal tauhid padaMU
Tabir dunia merobek hati
Acap kali iman ini bertarung maut
Jua islamku yang tercengkeram duniawi
Khilafku tiada henti, Ya Rabb
SeruanMU dari tangan-tangan suci
hanya singgah bagai lirik mata sayu
Culasnya hamba, hitamnya dunia hamba,
lalai akan murkaMU,
Ampuni hamba, Ya Ghoffaar
Hamba yang sering kufur akan nikmatMU
Maafkanlah hamba, Ya ‘Afuww
Hamba yang berlumur dosa
Terima taubat hamba, Ya Tawwaab
Sebelum salam IzrailMU terjawab nanti
Dan sebelum bising neraka Jahannam sampai di telinga ini
Lagi, tercecer begitu saja
Temaram Pelita Kalbu
Aku,
Kadang sepi, islamku
Sering sendiri, imanku
Lalai akan kehadiratMU
Berpijak tak begitu tegak
Terlempar dari kalam-kalamMU
Aku,
Munafik, jikalau tanpa KAU
Bohong, tanpa kuasaMU
Hanya kalbu ini telah berhitam dosa
Tiada mata air sejuk menyejukkan
Cahya pelitaMU yang kudamba, Ya Nuur
Lekas benderang temaram kalbuku
Amiin!
Aku,
Kadang sepi, islamku
Sering sendiri, imanku
Lalai akan kehadiratMU
Berpijak tak begitu tegak
Terlempar dari kalam-kalamMU
Aku,
Munafik, jikalau tanpa KAU
Bohong, tanpa kuasaMU
Hanya kalbu ini telah berhitam dosa
Tiada mata air sejuk menyejukkan
Cahya pelitaMU yang kudamba, Ya Nuur
Lekas benderang temaram kalbuku
Amiin!
Sajak yang tercecer lagi
Doa dari Kubah Langit
Kala senjakala bosan dengan cahya jingganya
di bukit itu, di alam itu,
Sang anak Adam tertegun ak an maha karyaNYA
Tak ubahnya mendapati emas intan mutumanikam
Gelak tasbihnya mengalir,
lantunkan pujian pada Sang Khaliq
Hingga sang malam terus berdzikir melangkahkan pagi
Mentari kian tebarkan senyum,
Merona, disambut kabut lembut
Subhanallah, ciptaanMU sungguh penuh pesona
Walau tak terlihat murung di wajah pasi
Anak Adam terjebak kalut
Maha karyaMU yang sebegitu eloknya
Atas kuasaMU pula
kelak saatnya ‘kan hancur tanpa detik
Doaku,
Ihdinashshiraathalmustaqiim, Ya Haadii
Khusnulkhotimahkan jembatan mautku
Muarakan dalam surgaMU, Ya Rabb
Amiin!
Kala senjakala bosan dengan cahya jingganya
di bukit itu, di alam itu,
Sang anak Adam tertegun ak an maha karyaNYA
Tak ubahnya mendapati emas intan mutumanikam
Gelak tasbihnya mengalir,
lantunkan pujian pada Sang Khaliq
Hingga sang malam terus berdzikir melangkahkan pagi
Mentari kian tebarkan senyum,
Merona, disambut kabut lembut
Subhanallah, ciptaanMU sungguh penuh pesona
Walau tak terlihat murung di wajah pasi
Anak Adam terjebak kalut
Maha karyaMU yang sebegitu eloknya
Atas kuasaMU pula
kelak saatnya ‘kan hancur tanpa detik
Doaku,
Ihdinashshiraathalmustaqiim, Ya Haadii
Khusnulkhotimahkan jembatan mautku
Muarakan dalam surgaMU, Ya Rabb
Amiin!
Ada juga Sajak yg Tercecer tak Dimuat,...Ufh...
Kolong Singgasana Tuhan
Bilamana Izrail bertandang padaku
Melalui anginMU, titik airMU,
Yang sececah saja penghantar maut
KuasaMU Tuhan, aku yang tak berdaya
Mohonkan iman dan islamku
Ku relakan diri ini kepadamu, Tuhan
Walau hanya di kolong singgasanaMU ku berlabuh
Sebagian Sajakku yg sempat Mampir Meja Redaksi
ALUR BARU
1 September 2009
Terbata aku dalam emosi
Gejolak hidup yang begitu hitam putih
Terbangun, bangkit menantang angin lalu
Telisik udara baru
Berpacu temani aku dalam rindu
Rimbaku dulu, tempatku dulu
Ya, aku tak hidup lagi
Namun deru knalpot kini anting telingaku
Tiada lagi nyanyian kodok, tergantikan
Pun bisingnya dari pagi hingga pagi
Mengganti semua sunyi sepi
Hening penuh arti
Hanya binatang malam yang suaranya menjadi
Ku tengok jarum jam tergantung atas sana
Ufh, ternyata baru sehari aku di tempat ini
Tanpa singgasana, aku berusaha merajut mimpi
Mimpi di alur kehidupan baruku
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Azababunnuzul:
Menceritakan kehidupanku yang baru. Kost baru, kuliah baru, dll baru. haha
HANYA AKU
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi ada entah apa jawabnya
Aku,
Hanya lalat yang kian tertawa
Saat simpul senyumku tertambat di balik parasnya
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi rasa slalu menggema
Aku,
Hampa saat bosan menghalang rintang
Saat rasaku terus meradang
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi hanya aku, kau yang ada
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul:
Menceritakan bahwa aku ya aku,..udu koe…
Dongeng Sebelum Tidur
Sedetik lalu,
riang bocah menari-nari
menyapu gurat wajah yang murung
berharap cerita dari hati yang terus berpuisi
sebelum terlelap si mata kecil dalam dunia mimpi
walau t’lah berat si kecil terjaga
namun terus memaksa tuk berimajinasi
sekali menguap,
seonggok bualan diperas tetap mengalir
ciptakan cerita-cerita kosong
hingga saat terhembus desah nafas panjang
bocah itu t’lah pulas
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul:
Mengkisahkan sang bocah yang mao bobo tapi minta didongengin ama ibunya…
Maaf, Kumencintaimu
(Teruntuk Mba i-ice)
Buluh perindulah euforia hidupku
Yang terpikat hati,
Berpijak dalam lara
Merintih tiap senandungnya
Tiada ku peduli kapan tawa memaki
Yang ada,
Aku kalap akan hitam putih ini
Aku lalai kini engkau siapa
Ya,
Nadiku tak kuasa mengalirkannya
Ataupun membendungnya
Seirama detak jantungku
Lagi darahku
Karenanya,
Ijinkanlah cinta ini tetap mengalir,
Menyapa dirimu,
Walau tak mungkin buatmu damai
Melebarkan sayapnya,
Walau tak kuasa membawamu terbang
Maaf ku masih mencintaimu
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul: Hehe...
Pagiku di Pertokoan Pasar
14 April 2009
Halusinasiku meruncing
Tajam, mencabik puncak ubun-ubunku
Berpikir jauh, menerawang ke awang-awang
tentu sesaat setelah mata ini terbuka
saat tubuhku telah berpeluh rapat
namun kabut tetap tebal, dingin
Saat remang terus berangsur hilang
lampu pertokoan masih terang
Pun cahaya mata pedas ini
di pertokoan ini
aku ingin sorak sorai akan semangatku
akan bara ini telah menciptakan peluh
Di balik emper-emper kasur
di balik wajah-wajah mendengkur
tersirat dalam kening mereka
yang tak berwisma, berhuma
mungkin mereka nokturnal
Karena saat pagiku mulai, hari mereka seakan usai
Dimuat di Kedaulatan Rakyat Edisi Selasa, 5 Mei 2009 Rubrik Kaca KR
Elegi Pagiku
by: ito 09:33 March 11st, ‘09
Krak! Krak! Krak!,
bebunyian dari sepeda butut senantiasa nyaring.
Bertalu-talu bahkan tiada merdu.
seolah beranak pinak, hari ke hari
Kadang jua mata rantai yang menjerit,
ngiiik, ngiiik, ngiiik,
tak kuat bertahan berpuluh kilo
menagis, seakan memohon lepas,
terkayuh kaki-kaki yang tak seberapa kuat.
Rantai pun kembali mengerang,
saat karat-karat terlampau tebal menggelayut.
Untung belum pernah buntung
Belum lagi saat roda menghantam kerikil teramat kecil
kerikil kecil, Kawan! Ya! Kerikil kecil!
Namun apalah yang kudengar dari batang selebornya,
laksana genderang, lengkap dengan sobekan kecil di tepi-tepinya
Glopraaak!!!
dan belum lengkap jika tiada karat lagi di setiap mukanya
Namun tak apa, Kawan!
Pun aku yang tiap pagi selalu dengannya
bagai Satria Baja Hitam dengan Balalang Tempurnya
atau Sang Pangeranlah yang penuh wibawa tinggi
Namun Oemar Bakrinya Bang Iwanlah kiranya aku
ha ha ha, bangga dadaku, bersyukur pula hatiku
Lebih lagi kala kulihat pejuang-pejuang hidup lain
penjual-penjual ikan laut berbau amis,
pembawa kayu bakar yang berpikul-pikul,
atau segelintir pesepeda lain yang tak kalah gesit kayuhannya
Adakah tawa tertuju padaku? Ataukah miris akan prihatinku?
Persetan cacian, ku acuh tak acuhkan pujian.
Dadaku, inilah pagiku yang terus membara gapai asa
yang tiada hirau akan embun jatuh
buta makna akan kabut, buta pesona luar sana
Namun ku tahu, Tuhan memeluk pagiku.
Dan pagiku adalah asaku.
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16
Asbabun Nuzul puisi:
Sajak ini adalah bentuk terima kasih penulis kepada sepedanya. Penulis yang tiap pagi berangkat sekolah menggunakan “sepeda onta onthel” merasa terinspirasi dari alur kehidupannya itu. Bukan hiperbola, setidaknya 28 kilometer tiap hari harus penulis tempuh.
Cinta Monyetku
Mpick, 2010
Hahaha
Anak monyet pun lelah dengan tawanya
Kala cerita cinta terus berbuih
Yang tak lapuk hanya berurat bualan kata
Berbalut mesra
Cintaku,
Yang lugu lagi cinta biasa
Terus bersemi walau dimakan usia
Namun dari hati cinta ini berhulu adanya
Sebab sang cinta tumbuh remaja
Jiwanya muda
Ku tahu kau pun di sana
Walau tak lagi bersanding denganku
Merajut asa, merangkai cerita, cita dan cinta
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Dalam Antologi Puisi Cinta sebagai hadiah majalah Gradasi
Asbabun Nuzul puisi:
Hemmm.... ya dulu Q gitu apa ya... Ufh,...
1 September 2009
Terbata aku dalam emosi
Gejolak hidup yang begitu hitam putih
Terbangun, bangkit menantang angin lalu
Telisik udara baru
Berpacu temani aku dalam rindu
Rimbaku dulu, tempatku dulu
Ya, aku tak hidup lagi
Namun deru knalpot kini anting telingaku
Tiada lagi nyanyian kodok, tergantikan
Pun bisingnya dari pagi hingga pagi
Mengganti semua sunyi sepi
Hening penuh arti
Hanya binatang malam yang suaranya menjadi
Ku tengok jarum jam tergantung atas sana
Ufh, ternyata baru sehari aku di tempat ini
Tanpa singgasana, aku berusaha merajut mimpi
Mimpi di alur kehidupan baruku
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Azababunnuzul:
Menceritakan kehidupanku yang baru. Kost baru, kuliah baru, dll baru. haha
HANYA AKU
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi ada entah apa jawabnya
Aku,
Hanya lalat yang kian tertawa
Saat simpul senyumku tertambat di balik parasnya
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi rasa slalu menggema
Aku,
Hampa saat bosan menghalang rintang
Saat rasaku terus meradang
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi hanya aku, kau yang ada
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul:
Menceritakan bahwa aku ya aku,..udu koe…
Dongeng Sebelum Tidur
Sedetik lalu,
riang bocah menari-nari
menyapu gurat wajah yang murung
berharap cerita dari hati yang terus berpuisi
sebelum terlelap si mata kecil dalam dunia mimpi
walau t’lah berat si kecil terjaga
namun terus memaksa tuk berimajinasi
sekali menguap,
seonggok bualan diperas tetap mengalir
ciptakan cerita-cerita kosong
hingga saat terhembus desah nafas panjang
bocah itu t’lah pulas
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul:
Mengkisahkan sang bocah yang mao bobo tapi minta didongengin ama ibunya…
Maaf, Kumencintaimu
(Teruntuk Mba i-ice)
Buluh perindulah euforia hidupku
Yang terpikat hati,
Berpijak dalam lara
Merintih tiap senandungnya
Tiada ku peduli kapan tawa memaki
Yang ada,
Aku kalap akan hitam putih ini
Aku lalai kini engkau siapa
Ya,
Nadiku tak kuasa mengalirkannya
Ataupun membendungnya
Seirama detak jantungku
Lagi darahku
Karenanya,
Ijinkanlah cinta ini tetap mengalir,
Menyapa dirimu,
Walau tak mungkin buatmu damai
Melebarkan sayapnya,
Walau tak kuasa membawamu terbang
Maaf ku masih mencintaimu
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16
Asbabunnuzul: Hehe...
Pagiku di Pertokoan Pasar
14 April 2009
Halusinasiku meruncing
Tajam, mencabik puncak ubun-ubunku
Berpikir jauh, menerawang ke awang-awang
tentu sesaat setelah mata ini terbuka
saat tubuhku telah berpeluh rapat
namun kabut tetap tebal, dingin
Saat remang terus berangsur hilang
lampu pertokoan masih terang
Pun cahaya mata pedas ini
di pertokoan ini
aku ingin sorak sorai akan semangatku
akan bara ini telah menciptakan peluh
Di balik emper-emper kasur
di balik wajah-wajah mendengkur
tersirat dalam kening mereka
yang tak berwisma, berhuma
mungkin mereka nokturnal
Karena saat pagiku mulai, hari mereka seakan usai
Dimuat di Kedaulatan Rakyat Edisi Selasa, 5 Mei 2009 Rubrik Kaca KR
Elegi Pagiku
by: ito 09:33 March 11st, ‘09
Krak! Krak! Krak!,
bebunyian dari sepeda butut senantiasa nyaring.
Bertalu-talu bahkan tiada merdu.
seolah beranak pinak, hari ke hari
Kadang jua mata rantai yang menjerit,
ngiiik, ngiiik, ngiiik,
tak kuat bertahan berpuluh kilo
menagis, seakan memohon lepas,
terkayuh kaki-kaki yang tak seberapa kuat.
Rantai pun kembali mengerang,
saat karat-karat terlampau tebal menggelayut.
Untung belum pernah buntung
Belum lagi saat roda menghantam kerikil teramat kecil
kerikil kecil, Kawan! Ya! Kerikil kecil!
Namun apalah yang kudengar dari batang selebornya,
laksana genderang, lengkap dengan sobekan kecil di tepi-tepinya
Glopraaak!!!
dan belum lengkap jika tiada karat lagi di setiap mukanya
Namun tak apa, Kawan!
Pun aku yang tiap pagi selalu dengannya
bagai Satria Baja Hitam dengan Balalang Tempurnya
atau Sang Pangeranlah yang penuh wibawa tinggi
Namun Oemar Bakrinya Bang Iwanlah kiranya aku
ha ha ha, bangga dadaku, bersyukur pula hatiku
Lebih lagi kala kulihat pejuang-pejuang hidup lain
penjual-penjual ikan laut berbau amis,
pembawa kayu bakar yang berpikul-pikul,
atau segelintir pesepeda lain yang tak kalah gesit kayuhannya
Adakah tawa tertuju padaku? Ataukah miris akan prihatinku?
Persetan cacian, ku acuh tak acuhkan pujian.
Dadaku, inilah pagiku yang terus membara gapai asa
yang tiada hirau akan embun jatuh
buta makna akan kabut, buta pesona luar sana
Namun ku tahu, Tuhan memeluk pagiku.
Dan pagiku adalah asaku.
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16
Asbabun Nuzul puisi:
Sajak ini adalah bentuk terima kasih penulis kepada sepedanya. Penulis yang tiap pagi berangkat sekolah menggunakan “sepeda onta onthel” merasa terinspirasi dari alur kehidupannya itu. Bukan hiperbola, setidaknya 28 kilometer tiap hari harus penulis tempuh.
Cinta Monyetku
Mpick, 2010
Hahaha
Anak monyet pun lelah dengan tawanya
Kala cerita cinta terus berbuih
Yang tak lapuk hanya berurat bualan kata
Berbalut mesra
Cintaku,
Yang lugu lagi cinta biasa
Terus bersemi walau dimakan usia
Namun dari hati cinta ini berhulu adanya
Sebab sang cinta tumbuh remaja
Jiwanya muda
Ku tahu kau pun di sana
Walau tak lagi bersanding denganku
Merajut asa, merangkai cerita, cita dan cinta
Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Dalam Antologi Puisi Cinta sebagai hadiah majalah Gradasi
Asbabun Nuzul puisi:
Hemmm.... ya dulu Q gitu apa ya... Ufh,...
Sang Penantang Maut!!!
hidup ini memang terkadang membingungkan... Begitu juga wal mau buat blog ini...akhirnya gini lah jadinya. Walaupun belum pernah ngeblog, belum pernah bikin blog, ufh,,,dasar aku goblog!
Langganan:
Postingan (Atom)