Minggu, 29 Mei 2011

Wahai Guru Tua

Selamat pagi Guru Tua,
yang selepas ufuk timur menjingga,
terus meninggi higga sepenggalah,
dia berperang dengan tulang belulanganya
yang penuh rematik.
Berpacu dengan gurat wajahnya yang semakin kusut,
namun semangatmu menyala.

Selamat siang Guru Tua,
Walau bibir keringmu kerontang,
tak lagi berbuih hingga berbuku-buku dilalap habis
dan anak didikmu hanya menguap malas,
lesu penuh tatapan sayu,
namun jiwamu tetap baja

Selamat petang Guru Tua,
Anak didikmu kian pulas,
apa daya kantuknya seakan terus mengutuk
dan acuh tak acuhkan semua celotehmu
namun hatimu selembut salju

Termuat di Majalah Pewara Dinamika UNY Edisi April 2011

Selasa, 03 Agustus 2010

Kamis, 08 Juli 2010

Mini Antologi Syair Ujian Kehidupan

Detik akhir


(5 menit sebelum UAN’09 usai, 09:54:56)

April 20th, 2009


Jemariku tak lagi menari, lesu

hanya suara kletak-kletok jam dinding,

sesekali kertas terbolak-balik, jenuh aku

Seseorang bukan usil menjatuhkan pensil,

jelas tangis sang pensil yang patah ujung runcingnya

pilu, seseorang tak bawa serutan

Atau jua hak sepatu tinggi ibu-ibu muda, na’udzubillah

tapal kuda kembali terdengar, dan ini jeritan alam

bedak menor luntur, bercampur akan peluhnya

Terik!

Desis mereka yang bertubi-tubi

pun tersapu semilirnya kipas angin tua di tengah neraka ini

Si Bapak hanya mengantuk malas

berita acaranya adalah liurnya, dengkurnya tiba-tiba

Bapak tak hiraukan secarik kertas melayang di ubun-ubunnya

uh, petaka pun lewat bagi si empu kertas itu

Makin nikmat saja ia bercumbu, berbagi aroma busuk

dengan lalat nakal ujung mulut nganga tak terjaga

Teeet!!!

Datang berdentang sebagai pertanda

menggema hingga pojok-pojok kolong meja bobrok

Jantung pun kembali berdetak

oleh karena si Bapak mangaum dahsyat, terjaga

Menuju detik-detik akhir, melewati sisa-sisa waktu

Dan jemari ini tetap enggan menari

Namun, aku yakin Tuhan Maha Pemberi










Nyaris Mati Kutu



(hari kedua UAN’09)

April 21st, 2009


Bapak itu,

Tatapan tajam, kerut wajahnya adalah prinsipnya

minta ampun si bola mata, pelit!

bahkan kutu rambutku turut merinding

debu pun enggan hinggapi jas hitamnya

hanya buluh-buluh makiku yang berontak di hati

Ibu itu,

sepatu tapal kudanya masih sama

berpadu dalam kegarangan di mataku, menggertak

seolah monster-monster dalam pikirku, mematikan

tek lepas sedetikpun pandangannya

muak aku, caci-makiku meletup-letup

Aku itu,

aku itu tak berkutik, mati

aku lemah tak berdaya, kecil tak berarti

sekali berpindah pandang pun tak berani

namun sial, begitu baiknya iblis keparat

bisiknya mengalirkan tetuah paten

Tuhan bersama orang-orang Pemberani

hingga kutu di kepalaku tak jadi mati

terbunuh monster jantan betina tak beranak pinak itu













Usai Lima Menit Lalu


(hari ketiga UAN’09 usai)

April 22nd, 2009


Kali ini, mata ini tak buta atau pura-pura buta

telinga ini tak lagi tuli atau pun pura-pura tuli

rasa ini ada dan tak kan pernah tiada

Pernah tahu akan hitam dan putih?

Pernah jua tahu akan gelap dan terang?

Itu dia!

Walau ujian ini usai lima menit lalu

sesaat sebelum akhir waktu, sepi

seolah lemas lunglai habis berfikir mati

keluar dengan langkah gontai

namun gemuruh-gemuruh kaki, bertolak dari sunyi,

satu, dua, tiga dan selanjutnya

berbisik, bercanda tawa, hingga tak sadar lantangkan suara

kau tahu arti tos dari tangan-tangan itu?

tahukah senyum terima kasih itu?

atau pekik bersama

lantaran tak sengaja membakar jenggot sendiri?

dan titik hitam itu tetap ada



















Terima kasih, Kawan!



(Sebelum mata terpejam, usai UAN’09 hari keempat)

April 23th, 2009


Sebelumnya kau hilang, seolah tiada dalam sepiku

saat semua ku kail sendiri, ku nikmati sendiri

nikmat memang, lezat bukan main

Bukan aku hidup tanpamu

bukan jua ku kenal kau sesaat

namun seolah kau malaikat penolong

atau kalau tak keberatan, ku sebut kau iblis pembantu

berkorban seolah dzikir demi masa depanku, masa depanmu

tak peduli akan mata tajam mengintai

tak peduli akan cambuk menanti

seolah kau bisu, seolah kau buta, seolah kau tuli

tak hirau apa pun

yang kau tahu lonceng belum terdera

namun aku tetap manunggu, Kawan

menunggu kau terima ucap getirku

Terima kasih, Kawan!























Belenggu Asa



(hari terakhir UAN’09)

April 24th, 2009


Kali ini,

mentari masih terbit dari ufuk timur

namun lain alur pada cerita bocah dari pesisir

doa-doa terus mengaliri nadi

tak ubahnya asa yang semakin memuncak

namun tertepis,

hanya sapuan bulu-bulu halus, kecil

sempat melayang, seolah ‘kan hilang

dan niat itu suci, Kawan!

hanya iblis saja yang begitu terkutuk

hingga titik-titik hitam itu ada

akankah hidupku berakhir diujung runcing ini

atau aku harus tetap berlari

menguras peluh dari awal

dan tergelincir dari setitik debu sial

karena dilema yang membelenggu asa?

Artikelku: MENJELAJAH DASAR SAMUDRA PURBA

Pernah terbayangkan, kita bisa menjelajah dasar samudra dengan begitu mudahnya? Kita bisa menelusuri hingga ke sela-sela batuan terdalam, melihat dengan gamblang lava (magma) yang telah dimuntahkan dari perut bumi, bahkan kita bisa mempelajari sampai kedalaman 300 km. Semua itu bisa dibuktikan dengan bergeowisata alam di Kawasan Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung yang terletak 19 km utara kota Kebumen.
Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung merupakan salah satu unit kerja Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bagian dari Lajur Pegunungan Serayu Selatan ini menyimpan batuan-batuan langka kebumian yang saat ini telah di tetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi. Batuan-batuan itu ada yang merupakan kepingan dari lantai samudra purba, batuan yang menjadi alas Pulau Jawa, bahkan batuan paling dalam di perut Bumi yang pernah muncul ke permukaan dapat dijumpai di Karangsambung.
Ada kurang lebih 15 singkapan yang dilindungi sehingga patut jika Cagar Alam kebanggaan Kebumen ini disebut sebagai Lapangan Geologi Terlengkap di Dunia. Singkapan batuan di Kali Muncar misalnya, ini adalah lava perut bumi yang telah dimuntahkan berjuta tahun lalu dan telah melalui proses evolusi yang sangat panjang. Kita juga akan lebih terpesona jika penelusuran dilanjutkan ke singkapan Kali Brengkok. Batuan berwarna abu-abu cerah dan tampak mengkilap jika terkena sinar matahari merupakan batuan tertua di Jawa. Warna putih metalik berlembar pada batuan adalah mineral mika, sedangkan lapisan-lapisan tipis merupakan penjajaran mineral karena pengaruh tekanan yang sangat kuat pada saat proses perubahan batuan asal menjadi Sekis Mika di dalam perut bumi. Batuan ini merupakan bagian alas pulau Jawa. Kiranya akan Lebih lebar lagi nganga mulut kita jika kita menatap Gunung Parang yang terletak sekitar 300 m ke utara dari UPT BIKK Karangsambung LIPI. Di sini terdapat singkapan batuan beku diabas. Batuan ini diinterpretasikan merupakan batuan intrusi konkordan, dan menunjukan struktur kekar tiang/kolom (collumnar joint) yang mana merupakan hasil gaya kontraksi pada saat pembekuan magma. Konon, di bumi hanya ada dua singkapan batuan seperti ini yaitu di Karangsambung dan pada Devil’s Tower di Wyoming, Amerika Serikat. Kawasan yang tak kalah menarik adalah Pemandian air panas Krakal yang terletak di desa Krakal Kecamatan Alian, 11 km timur laut Kota Kebumen. Terbentuknya mata air panas yang bersifat basa ini bukan karena aktivitas gunungapi, tetapi hasil induksi panas dari dalam bumi akibat adanya patahan yang mengenai daerah ini. Selain merupakan tempat pemandian untuk rileks, air hangat di pemandian krakal dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, kudis dan juga dapat menyembuhkan rematik. Singkapan batuan lainnya antara lain Kali Mandala, Kali Cacaban, Sungai Luk Ulo, Bukit Waturanda, Bukit Jatibungkus, Batu Gamping Numulities, Wagirsambeng, Pucangan, Totogan dan Bukit Sipako.
Balai Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung ini juga memiliki fasilitas pendukung berupa tempat penginapan & asrama, perpustakaan, dan bengkel kerja kerajinan batumulia. Pengunjung juga bisa melihat berbagai koleksi batuan yang ada di Karangsambung, model tektonik, maket geologi dan peraga yang menggambarkan proses dinamika bumi di museum.


(note: Dimuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Rubrik Travelling)

Bait-bait Malang

Sang Bocah Petualang

Ia sang bocah yang bertasbih
Setiap hembus nafas
Seraya jantung berdetak
Ia sang bocah berdzikir
Dalam langkah kakinya
pun ayunan lengannya
Ia sang bocah yang bertakbir
terdera dengan tegarnya
seraya terjaga duniawinya

Lagi, Sajak belum beruntung

Dari Bising Neraka Jahannam

Demi zaman azali
Putih aku berhulu
Sepercik kalbu, berlafal tauhid padaMU
Tabir dunia merobek hati
Acap kali iman ini bertarung maut
Jua islamku yang tercengkeram duniawi
Khilafku tiada henti, Ya Rabb
SeruanMU dari tangan-tangan suci
hanya singgah bagai lirik mata sayu
Culasnya hamba, hitamnya dunia hamba,
lalai akan murkaMU,
Ampuni hamba, Ya Ghoffaar
Hamba yang sering kufur akan nikmatMU
Maafkanlah hamba, Ya ‘Afuww
Hamba yang berlumur dosa
Terima taubat hamba, Ya Tawwaab
Sebelum salam IzrailMU terjawab nanti
Dan sebelum bising neraka Jahannam sampai di telinga ini

Lagi, tercecer begitu saja

Temaram Pelita Kalbu

Aku,
Kadang sepi, islamku
Sering sendiri, imanku
Lalai akan kehadiratMU
Berpijak tak begitu tegak
Terlempar dari kalam-kalamMU
Aku,
Munafik, jikalau tanpa KAU
Bohong, tanpa kuasaMU
Hanya kalbu ini telah berhitam dosa
Tiada mata air sejuk menyejukkan
Cahya pelitaMU yang kudamba, Ya Nuur
Lekas benderang temaram kalbuku
Amiin!