Kamis, 08 Juli 2010

Sebagian Sajakku yg sempat Mampir Meja Redaksi

ALUR BARU
1 September 2009
Terbata aku dalam emosi
Gejolak hidup yang begitu hitam putih
Terbangun, bangkit menantang angin lalu
Telisik udara baru
Berpacu temani aku dalam rindu
Rimbaku dulu, tempatku dulu
Ya, aku tak hidup lagi
Namun deru knalpot kini anting telingaku
Tiada lagi nyanyian kodok, tergantikan
Pun bisingnya dari pagi hingga pagi
Mengganti semua sunyi sepi
Hening penuh arti
Hanya binatang malam yang suaranya menjadi
Ku tengok jarum jam tergantung atas sana
Ufh, ternyata baru sehari aku di tempat ini
Tanpa singgasana, aku berusaha merajut mimpi
Mimpi di alur kehidupan baruku


Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16


Azababunnuzul:
Menceritakan kehidupanku yang baru. Kost baru, kuliah baru, dll baru. haha





HANYA AKU

Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi ada entah apa jawabnya
Aku,
Hanya lalat yang kian tertawa
Saat simpul senyumku tertambat di balik parasnya
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi rasa slalu menggema
Aku,
Hampa saat bosan menghalang rintang
Saat rasaku terus meradang
Aku,
Bukan apa yang kau tanya
Tapi hanya aku, kau yang ada

Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16


Asbabunnuzul:
Menceritakan bahwa aku ya aku,..udu koe…




Dongeng Sebelum Tidur

Sedetik lalu,
riang bocah menari-nari
menyapu gurat wajah yang murung
berharap cerita dari hati yang terus berpuisi
sebelum terlelap si mata kecil dalam dunia mimpi
walau t’lah berat si kecil terjaga
namun terus memaksa tuk berimajinasi
sekali menguap,
seonggok bualan diperas tetap mengalir
ciptakan cerita-cerita kosong
hingga saat terhembus desah nafas panjang
bocah itu t’lah pulas


Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.7/DESEMBER 2009 Halaman 16


Asbabunnuzul:
Mengkisahkan sang bocah yang mao bobo tapi minta didongengin ama ibunya…



Maaf, Kumencintaimu

(Teruntuk Mba i-ice)
Buluh perindulah euforia hidupku
Yang terpikat hati,
Berpijak dalam lara
Merintih tiap senandungnya
Tiada ku peduli kapan tawa memaki
Yang ada,
Aku kalap akan hitam putih ini
Aku lalai kini engkau siapa
Ya,
Nadiku tak kuasa mengalirkannya
Ataupun membendungnya
Seirama detak jantungku
Lagi darahku
Karenanya,
Ijinkanlah cinta ini tetap mengalir,
Menyapa dirimu,
Walau tak mungkin buatmu damai
Melebarkan sayapnya,
Walau tak kuasa membawamu terbang
Maaf ku masih mencintaimu

Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16



Asbabunnuzul: Hehe...



Pagiku di Pertokoan Pasar

14 April 2009
Halusinasiku meruncing
Tajam, mencabik puncak ubun-ubunku
Berpikir jauh, menerawang ke awang-awang
tentu sesaat setelah mata ini terbuka
saat tubuhku telah berpeluh rapat
namun kabut tetap tebal, dingin
Saat remang terus berangsur hilang
lampu pertokoan masih terang
Pun cahaya mata pedas ini
di pertokoan ini
aku ingin sorak sorai akan semangatku
akan bara ini telah menciptakan peluh
Di balik emper-emper kasur
di balik wajah-wajah mendengkur
tersirat dalam kening mereka
yang tak berwisma, berhuma
mungkin mereka nokturnal
Karena saat pagiku mulai, hari mereka seakan usai

Dimuat di Kedaulatan Rakyat Edisi Selasa, 5 Mei 2009 Rubrik Kaca KR




Elegi Pagiku
by: ito 09:33 March 11st, ‘09
Krak! Krak! Krak!,
bebunyian dari sepeda butut senantiasa nyaring.
Bertalu-talu bahkan tiada merdu.
seolah beranak pinak, hari ke hari
Kadang jua mata rantai yang menjerit,
ngiiik, ngiiik, ngiiik,
tak kuat bertahan berpuluh kilo
menagis, seakan memohon lepas,
terkayuh kaki-kaki yang tak seberapa kuat.
Rantai pun kembali mengerang,
saat karat-karat terlampau tebal menggelayut.
Untung belum pernah buntung
Belum lagi saat roda menghantam kerikil teramat kecil
kerikil kecil, Kawan! Ya! Kerikil kecil!
Namun apalah yang kudengar dari batang selebornya,
laksana genderang, lengkap dengan sobekan kecil di tepi-tepinya
Glopraaak!!!
dan belum lengkap jika tiada karat lagi di setiap mukanya
Namun tak apa, Kawan!
Pun aku yang tiap pagi selalu dengannya
bagai Satria Baja Hitam dengan Balalang Tempurnya
atau Sang Pangeranlah yang penuh wibawa tinggi
Namun Oemar Bakrinya Bang Iwanlah kiranya aku
ha ha ha, bangga dadaku, bersyukur pula hatiku

Lebih lagi kala kulihat pejuang-pejuang hidup lain
penjual-penjual ikan laut berbau amis,
pembawa kayu bakar yang berpikul-pikul,
atau segelintir pesepeda lain yang tak kalah gesit kayuhannya
Adakah tawa tertuju padaku? Ataukah miris akan prihatinku?
Persetan cacian, ku acuh tak acuhkan pujian.
Dadaku, inilah pagiku yang terus membara gapai asa
yang tiada hirau akan embun jatuh
buta makna akan kabut, buta pesona luar sana
Namun ku tahu, Tuhan memeluk pagiku.
Dan pagiku adalah asaku.


Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.6/NOVEMBER 2009 Halaman 16


Asbabun Nuzul puisi:
Sajak ini adalah bentuk terima kasih penulis kepada sepedanya. Penulis yang tiap pagi berangkat sekolah menggunakan “sepeda onta onthel” merasa terinspirasi dari alur kehidupannya itu. Bukan hiperbola, setidaknya 28 kilometer tiap hari harus penulis tempuh.





Cinta Monyetku

Mpick, 2010
Hahaha
Anak monyet pun lelah dengan tawanya
Kala cerita cinta terus berbuih
Yang tak lapuk hanya berurat bualan kata
Berbalut mesra
Cintaku,
Yang lugu lagi cinta biasa
Terus bersemi walau dimakan usia
Namun dari hati cinta ini berhulu adanya
Sebab sang cinta tumbuh remaja
Jiwanya muda
Ku tahu kau pun di sana
Walau tak lagi bersanding denganku
Merajut asa, merangkai cerita, cita dan cinta

Termuat di Majalah Gradasi EdisiIII/NO.9/FEBRUARI 2010 Dalam Antologi Puisi Cinta sebagai hadiah majalah Gradasi


Asbabun Nuzul puisi:
Hemmm.... ya dulu Q gitu apa ya... Ufh,...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar